2018: Lack of Self Love

2018 menjadi tahun terberat ku.

Menjadi seorang anak yang memiliki jiwa kompetitif sejak kecil, tidak suka mengalah, jujur terkadang menyiksa. Apalagi ekspektasi orang-orang disekitar dan lelah dengan perasaan diri sendiri yang lumayan selalu berusaha sesuai ekspektasi orang karena tidak ingin mengecewakan orang lain. Aku masih ingat pada saat aku baru dinyatakan lulus ujian kompre (sidang akhir) tanggal 21 Juli 2017, esoknya saat tanggal 28 Juli 2018, saat aku baru bangun pagi, tiba-tiba hpku berdering. Aku dapat telp dari keluarga 'kakak nya oma' yang mana itu keluarga jauh. Saat ditelf, selesai kata 'selamat', langsung ditanya 'udah ngelamar dimana aja?'. Jujur aku kaget. Karena, what? haloo baru kemarin aku baru selesai berjuang udah ditanya aja??? kaya belum selesai menghela napas ga sih??. Akhirnya aku menjawab seadanya dengan sedikit bercanda, tapi dalam pikiran ku "kosong".

Bulan September akhir aku baru menyelesaikan revisi-revisi naskah skripsi dan selesai mengurus administrasi kampus. Baru selesai menghela nafas, pikirku. Akhirnya aku mulai mencoba-coba untuk tes kerja yang ada di website kampus. Aku cukup pemilih dan yang aku pilih MT (Management Trainee) semua dimana itu level tertinggi karena saat itu aku masih yakin, kalau aku bisa *ini pikiran yang salah banget banget banget*. Mengingat beberapa sahabatku SMP yang lolos MT, jadi kupikir, pasti bisa *kan sama-sama makan nasi, sama-sama di sekolah yang sama masa ga bisa sih*. Saat itu aku sama sekali tidak ada pikiran untuk, "Mau jadi apa sih aku? aku suka apa sih? Kerja apa sih yang cocok sama kepribadianku?". Sebuta itu guys. Yang ada di pikiranku cuma, "aku lulus baik, aku lulus dari PTN, kegiatan kampus banyak, yaudalah ya MT lah harus".

(Oktober)
Aku travelling full karena Ijazah maupun copy an nya belum keluar, jadi mau apply pun juga ga bisa *Ini salah banget guys, fun fact tentang UB, mereka itu lama banget ngeluarin Ijazah, jadi aku tidak bisa mencoba apapun bahkan tes CPNS saat itu, karena administrasi di kampus itu lama banget, bukan prosesnya, tapi orang-orang administrasi nya yang susah banget ditemuin! Makanya aku ga suka ngurusin administrasi, dulu aku lumayan sering nangkring dari jam enam pagi di depan ruangan administrasi cuma buat nungguin orang-orangnya. Karena mereka cuma muncul sekitar 5-10 menit an (?).

(November tanggal 11)
Aku wisuda.
Dari start tanggal 11 ini, aku sudah dicerca berbagai pertanyaan dari seluruh lapisan teman-orang terjauh-bahkan orang yang ga dikenal. Contoh nya: teman-teman mamiku dan Dokter Pras. Saat aku kontrol gigi (saat aku masih garap revisi akhir), beliau mengatakan untuk lanjut S2 aja, bahkan beliau mau memberikan rekomendasi saat itu karena dosen pembimbing ku teman beliau di rektorat (?). Namun, aku menolak halus karena nasihat dari beberapa orang yang lebih baik bekerja saja daripada harus sekolah lagi. I know everyone loves me, they are really care about me. Saat itu aku sering banget ditanya "tes dimana aja". Dan aku cukup lelah menjelaskan hingga ga minat lagi untuk menjelaskan (Saat itu ada sekitar 10 perusahaan besar dipanggil untuk tes).

(Desember Awal)
Aku memasuki tahap MT terakhir di BCA yaitu interview panel, karena lanjutannya yaitu med check. Konsekuensi dari MT itu adalah harus mau ditempatkan dimana saja di Indonesia. Sebelum tes, aku meminta izin ke mami dan menceritakan konsekuensi nya yaitu mau ditempatkan di seluruh Indo. Saat itu, mami ku selalu berat untuk mengiyakan karena dipikir nya kalau perempuan diletakkan jauh dari mami itu gimana. Tapi aku tetap berangkat aja. Saat itu yang lolos hanya 8 orang dan diambil 5. Saat aku membaca list namanya, rupanya hanya dua perempuan yang lolos dan enam laki-laki yang mengikuti interview panel. Saat aku tes, aku diragukan oleh para manager nya karena aku dinilai kurang tegas. Aku akui kesalahan ku saat itu karena aku terlalu lembut (?).

(Januari-Maret)
Aku tidak fokus karena aku tidak tau apa yang aku inginkan. Pikiran mayoritas freshgrad. Patokan ku hanya aku harus masuk perusahaan pusat di Jakarta, menjadi wanita karir yang proper di perusahaan gede adalah cita-citaku dan ending nya pangkat tinggi udah. 

(Maret-Agustus)
Kecewa masuk Ng* karena tidak sesuai ekspektasi dan tidak se proper apa yang didambakan, akhirnya aku merasa demotivasi, memilih keluar.

(September-Oktober)
Masih belum tau passion diri apa, hingga marah dengan Tuhan. Pernah sampai mogok solat semua karena kesal aja, berdoa ga diturutin terus, sampai depresi ringan karena melihat teman maupun sahabat banyak yang lebih sukses kerja di pusat atau pun dapat beasiswa di Jepang, sampai akhirnya mikir pengen mati aja karena ngerasa ga ada tujuan hidup atau merasa ga berguna buat orang lain dan dipendam sendiri. Mental semakin buruk, ga mau ketemu keluarga, di kamar tiap malem nangis bahkan lebih memilih sendirian di rumah Malang karena merasa lebih bisa tenang buat nangis (?). Nangis karena kebawa arus aja saat baca tulisan seperti di buku, instagram (nkcthi, menjadimanusia, dan akun-akun puisi lainnya) dan selalu jenuh ditanya soal jodoh (aku tau ini konyol, tapi serius cape banget ditanya ini). Tiba-tiba mami ku berkata untuk lebih mendekatkan diri ke Allah. Awalnya aku tidak mau karena aku ngerasa itu sia-sia, tapi akhirnya aku coba demi kesehatan mentalku dan dari situ aku mulai mendapatkan ketenangan, meskipun belum 100%, tapi seenggaknya keinginan mati itu udah ga ada.

(November)
Akhirnya aku berhasil diterima di perusahaan nasional tapi jauh di luar Jawa, akhirnya terbuka kesempatan berkarir ku, tapi mami ku tidak mengizinkan dengan alasan jauh. Disitu aku merasa ada benar nya juga omongan mami tapi aku juga drop karena capek guys. Tahap berlapis-lapis dan zonk itu... hm. Susah dijelaskan, kalian harus merasakannya sendiri. Aku jadi ga nafsu buat apply lagi, karena aku lelah dengan isi kepalaku yang selalu tanya "Apa yang kurang lagi, apa yang kurang lagi?", akhirnya aku memilih melakukan hal-hal kecil yang aku suka untuk menenangkan jiwaku.

(Desember)
Mulai bisa terima diri sendiri, menerima kekurangan kalau untuk mendapatkan passion itu butuh proses. Energi mulai tersalurkan ke banyak buku yang kubaca, akun-akun keuangan, online shop dan sesekali melihat kebawah seperti teman-teman yang tidak mampu untuk mencoba bersyukur. Dulu sempat sakit banget saat banyak temanku yang berkata seperti ini, 

"Aku ga mau si Mai, nikah sama orang yang gak kerja"

Secara ga langsung aku mikir bahwa aku berada di posisi strata terendah manusia, tidak diterima, dan hina banget deh. Apapun yang kulakukan selama aku belum mencapai posisi di sebuah PT besar berarti itu tetap tidak dianggap, begitu yang aku tangkap dari teman-temanku. Sampai aku berpikir bahwa, "Oh gini, rasa nya tersisihkan hukum alam" atau sampai nyesel ngapain aku kuliah kalau ending nya berakhir gini ga bisa sesuai ekspektasi. Sampai aku saking hmm 'sakit' (?), ga pernah share kehidupan pribadi ku di Instagram, jadi aku hanya berani share dengan tanda insta story warna hijau, yang berarti teman dekat. Kamu tau? isi teman dekat mungkin cuma sekitar 5-6 orang. Bahkan keluarga aja ga ada yang aku cantumkan. Karena sebenarnya ekspektasi terbanyak itu dari keluarga entah dari keluarga mami atau papi hehe jadi capek aja gitu kalau selalu dikomentarin dulu. Kadang setiap upload di insta story biasa, sering banyak dapat balasan DM dari entah laki-laki atau perempuan yang membalas story. Aku ingat, contoh nih ya, bahkan saat aku pergi berolahraga atau jalan-jalan selalu ada aja DM yang masuk (makanya sekarang untuk kegiatan yang aku suka, seperti berolahraga misalnya aku udah ga pernah share lagi sih karena ini waktunya untuk aku ngrefresh pikiran tentang hal yang aku suka). Aku tau orang-orang sayang padaku dengan sering tanya kabarku atau DM DM lainnya, tapi kadang bikin kepikiran juga sih kadang apalagi kalau mau PMS. Resiko orang populer wkwk yek.

Lega banget udah berani cerita, lega... banget. Kaya beban keangkat. Aku percaya mungkin Allah akan memberikan kebahagiaan dengan caranya yang lain entah kapan dan bagaimana. Selama aku masih diberi kesehatan secara fisik dan mental seenggaknya aku harus bersyukur. Yang jelas aku harus mencintai diriku sendiri dulu. Seandainya tahun 2019 hasilnya sama aja, tidak apa-apa, karena aku bukan hidup untuk orang lain, tapi aku hidup untuk kebahagiaan diriku sendiri. Mungkin jalanku bukan menjadi wanita karir, seenggak nya tahun 2018 aku belajar arti mencintai diri sendiri, sudah mulai paham aku mencintai bidang apa dan yang terpenting, tidak hidup dalam ekspektasi orang. Seenggaknya quarter life crisis sudah kuhadapi tanpa harus menjadi gila beneran *jangan sampe dong*. Kadang mikir juga, gini aja sempat depresi gimana nemuin hal-hal yang lebih besar lagi di kantor, gimana juga kabar teman-teman yang bekerja di perusahaan yang tidak diinginkan ya. Intinya kita cuma saling berjuang untuk kebahagiaan batin masing-masing apapun bentuknya. Kalau ada yang tanya kabar Maida gimana? bilang aja sedang memperbaiki apapun yang bisa diperbaiki, seperti misalnya aku memperbaiki skill bahasaku dan mental untuk menjadi lebih kuat lagi.

Aku percaya semakin kedepan, tantangan yang akan kita hadapi semakin tinggi. Allah akan memberikan ujiannya nya sesuai kemampuan hamba nya. Yang kita bisa lakukan hanya berdoa dan mengikuti instruksi dengan baik. Yang jelas aku akan mengajarkan pada keturunan ku nanti untuk harus lebih bisa belajar menerima kekalahan apabila hidup tidak berjalan sesuai ekspektasi, aku tau karena ibu nya gamau kalah hehe. Lalu aku akan mengajarkan untuk memberikan gambaran karir di berbagai bidang dan pro kontra semua secara open minded. Karena ibunya di masa sekarang berjalan sendiri, tidak ada patokan role model tentang tangga karir, bahkan PTN ga menjamin juga, karena dulu magang itu ga dianjurkan. Itu salah banget banget banget. Ini kesalahan terbesar sih ga perbanyak magang dulu. Aku benar-benar tidak ada arahan dari siapapun. Serta faktor internal yang kurang men support, sebaliknya nanti aku akan men support seberapa jauh nya penerusku mau melangkah. 

Dah. Bye.

Comments